Cerpen
By : Fifi Nofia
Cerita
Kehidupan
Hari ini hari Kamis. Aku baru saja selesai shalat zuhur.
Sekarang aku sedang menunggu seseorang disini, di taman kota. Hmm.. aku jadi
ingat kejadian waktu itu, hari Kamis bakda zuhur 5 tahun silam.
Aku punya sahabat namanya Brian. Dulu, sewaktu kecil, ia
sangat baik, pintar, dan disukai teman-teman. Namun, sifatnya berubah ketika
dia kelas 6 SD. Dia menjadi sosok yang pendiam, cuek, suka murung, mudah emosi,
dan jarang bersosialisasi, kemudian di jauhi teman-temannya. Walaupun begitu,
ada satu hal yang aku syukuri yaitu dia
masih mau mengobrol dengan ku.
“Hai Brian,
sebenarnya kau kenapa?” tanyaku, kala siang itu sepulang sekolah ketika
berjalan pulang.
“Tidak apa-apa.” Jawabnya singkat.
“Jangan begitu, ceritalah padaku. Kita kan sahabat.”
sahutku membujuk.
Dia diam sejenak dan berhenti melangkah. Aku pun
mengikutinya.
“Aku benci dengan ayah ku! Dia selalu menyakiti ibu ku.”
Sahutnya, saat sebelumnya menoleh kepadaku.
Nampak sangat jelas kesedihan bercampur kebencian dimatanya.
Aku hanya bisa diam mendengarnya. Dia pun bangkit dan berjalan pulang. Aku
masih di tempat tadi dan hanya memandanginya. Waktu itu aku belum begitu
mengerti apa yang dikatakannya. Sejak saat itu pula aku tidak lagi melihatnya.
Dia pindah ke kota lain. Saat SMA aku baru bertemu lagi dengannya. Dia sungguh menjadi seseorang
yang berbeda. Perkelahian, tawuran, dan keonaran, tidak pernah lepas darinya.
Aku dan Brian berteman lagi waktu kelas 2 SMA. Ketika Brian
menyelamatkan aku yang terjebak diantara dua pihak yang sedang tawuran, dengan
salah satu pihak dipimpin oleh Brian. Bayangkan! Seorang cewek terjebak dalam
sebuah tawuran!. Mana aku tahu, apa yang harus aku lakukan.
“Kau ini dari dulu sampai sekarang tetap saja bodoh!”
Begitulah katanya setelah menolongku. Ekspresi dingin dan
kaku. Walaupun begitu, aku tetap bersyukur berteman lagi setlahnya dengan
sahabat lamaku itu.
Waktu itu Brian datang ke rumahku dengan wajah bonyok.
Mungkin habis berkelahi. Untung saja ibu dan ayah ku sedang tidak ada di rumah.
Kalau tidak aku bisa dimarahi karena berteman dengan pribadi Brian yang
sekarang ini.
“Kau kenapa?” tanyaku pada Brian sesaat setelah aku
meletakkan minuman di atas meja.
Diam. Tak ada jawaban darinya.
“Ya sudah kalau begitu. Aku mau ke kamar dulu, banyak
tugas.” Lanjutku sedikit kesal.
“Tak ada yang berguna di hidupku” sahutnya, membuat langkah
ku berhenti. ‘Apa maksudnya sih’ pikirku.
“Dia seperti monster! Aku benci dengannya!” lanjutnya.
Ada
kebencian dan rasa perih yang mendalam dimatanya begitu juga dihatinya. Aku diam, tak tau apa yang
harus aku katakan.
“Aku
selalu bersabar menghadpinya demi ibuku. Aku sungguh tak mengerti kenapa ibu ku
masih mau bertahan dengan lelaki seperti itu. Lelaki brengsek yang hanya
membuat ibu sedih”
“Aku
sangat benci kepadanya yang tak pernah menghiraukan kami. Dia lebih
mementingkan istri keduanya itu. Menimbulkan sakit batin tersendiri untuk
ibuku. Aku sudah berulang kali menyuruh ibuku untuk mengajukan surat cerai,
tapi ibuku terus saja menolak. Katanya, dia masih mencintai ayahku. Bulshit!
Orang sepertinya seharusnya tak pantas dicintai!”
Aku
terus mendengar tak memberi komentar. Baru kali ini aku mendengar Brian bicara
banyak. Aku tahu, kebencian terhadap ayahnya sudah terpatri sedemikian rupa
hingga sangat sulit menghilangkannya.
“Kau tau? hanya ada satu hal yang ingin aku lakukan”
“Apa?” Hanya kata itu yang keluar dari mulutku.
“Membunuh ayahku!” dengan suara berat ia berkata seperti
itu. Tak lupa kilatan mata itu kembali menyertai. Dia kemudian bangkit,
berjalan ke pintu.
“Maaf, telah mengganggumu. Terimakasih masih mau
menganggapku sebagai teman.”
Setelah berkata seperti itu, ia langsung meninggalkan
rumahku. Semalaman aku tak bisa tidur. Aku terus memikirkan perkataan Brian.
Aku
tau, ke mana pun Brian melangkah hampir pasti ia membuat masalah. 99% orang
yang melihatnya mengelus dada dan ingin menamparnya. Ada saja ulahnya yang
bikin enek. Akan tetapi, kejadian bakda Zuhur itu mungkin menjadi klimaksnya.
Seluruh warga Perumahan Bumi Asri geger. Mobil patroli polisi berjejer di
rumahnya.Seluruh warga berkumpul di depan rumahnya untuk melihat apa yang
terjadi sambil berkasak kusuk seperti kumpulan lebah yang berdenging. Aku pun
ikut berkumpul disana. Aku melihat Brian digiring masuk ke mobil polisi. Dia
sempat menatapku. Aku bisa melihat masih ada seberkas kebencian dimatanya dan
sedikit penyesalan. Aku hanya diam menatapnya. Aku tak menyangka Brian benar
benar melaksanakan omongannya 3 hari lalu. Walaupun ayahnya tidak sampai
meninggal, tetapi dia nyaris saja membunuhnya.
“Assalamualaikum.
Fifi?”
Lamunanku
buyar dan aku sedikit berjengit mendengar suara itu. Aku menatap seseorang yang
sudah berdiri di hadapanku. Dandanannya lebih rapi dari 5 tahun silam.
“Waalaikumsalam. Kau...?”
“Ya.
Ini aku, teman kriminalmu.” Dia tertawa kecil.
“Kau
sungguh berbeda.” Kataku.
“Ya.
Kejadian masa lalu, 2 tahun dipenjara, 2 tahun di pesantren, dan satu tahun
membuka bisnis dengan dibantu ayah tiriku yang baik memberiku pelajaran yang
berharga dan sedikit demi sedikit membuatku berubah menjadi seseorang seperti
sekarang ini.” Ada senyum di bibirnya. Akupun ikut tersenyum.
“Namun
kebahagiaanku tidak akan lengkap tanpa dirimu. Besok aku akan melamarmu.” Ia kembali
tersenyum.
Aku
terkejut mendengarnya sekaligus bahagia.
Awal
yang buruk bukan berarti akan berakhir dengan buruk pula bukan? Tergantung bagaimana
kita menyikapi dan berusaha. Dulu, akibat keluarga yang kurang harmonis, Brian
menjadi sosok yang buruk. Kemudian ia nyaris saja membunuh ayahnya. Membuatnya pernah
dipenjara. Namun, ia berusaha bangkit dari keterpurukanmasa lalu. Sekarang dia
menjadi seseorang yang lebih baik.
Dengan
semua itu, kita tahu keburukan itu mungkin merupakan cobaan dari Tuhan. Kita tidak
boleh menyerah untuk menghadapinya. Banyak keajaiban dalam hidup yang tak
pernah kita duga.
_Selesai_
Ok2, sebenarnya saya sudah "wanti-wanti" supaya semua siswa hati-hati di bagian penulisan dialog. Makanya, saya sarankan untuk membaca beberapa contoh novel berkelas sastra dengan maksud supaya penulisan dialognya benar. Terima kasih, ke depan semoga ada perubahan yang lebih baik.
BalasHapusiya Pak Sartono. Sebenarnya saya juga suka membaca novel. Namun saya mungkin kurang memperhatikan penulisan dialog atau lainnya. Terimakasih atas sarannya.
Hapus